Berdoalah...

Doa adalah sebuah permohonan, pengharapan seorang hamba kepada penciptaNya. Doa itu intinya adalah ibadah, doa adalah senjata, doa adalah ubat, doa adalah pintu segala kebaikan. Semua makhluk yang berada di dunia ini bergantung kepada penciptaNya.

Setiap hamba perlu berdoa kerana kita diciptakan dalam keadaan yang penuh dengan keterbatasan-keterbatasan. Manusia memang ditakdirkan sebagai makhluk yang paling sempurna dengan segala kelebihan-kelebihannya, namun disebalik kelebihan itu manusia juga tidak lari dari memiliki kelemahan.

Cuba bayangkan jika kita sedang berada ditengah lautan. Tiba-tiba kapal yang kita tumpangi terumbang ambing, ke kanan dan ke kiri karana pukulan ombak yang kuat menghentam secara tiba-tiba. Sang nahkoda memberi telah peringatan tanda bahaya dan ditakdirkan seluruh talian komunikasi terputus yang menyebabkan segala bentuk bantuan gagal diperoleh.

Apakah yang akan kita lakukan pada saat itu? Adakah kedudukan, pangkat, keturunan, kekayaan dan kecantikan masih dipentingkan? Sudah tentu tidak sama sekali. Setiap orang pasti berfikir akan keselamatan sebagai perkara utama. Justeru, kepada siapa kita perlu memohon pertolongan? Adakah dengan menjerit sehabis kuat di tengah lautan mampu menyelamatkan kita? Adakah dengan membuat keputusan untuk berenang di lautan mampu menyelamatkan kita? Jika seseorang itu pandai berenang, adakah dia masih selamat daripada makhuk lain yang menghuni lautan? Adakah dia pasti dia tidak akan lemas? Oleh itu, kepada siapakah kita selayaknya memohon pertolongan dan keselamata? Jawapan yang pasti adalah Allah SWT.

Disebalik kelebihan-kelebihan yang kita miliki, kita menyimpan kelemahan-kelemahan yang tidak dapat kita tutupi, untuk itu kita perlu meminta kepada Allah SWT, berdoa dengan penuh kekhusyukkan, penuh harapan, tulus, pasrah dan ikhlas, seperti yang difirmankan Allah:

“Hai manusia, kamulah yang memerlukan Allah, dan Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) Yang Maha Terpuji.” (QS Faathir: 15).

Ada sebuah kisah tentang masyarakat Basrah yang waktu itu sedang dilanda kemelut sosial. Kebetulan mereka kedatangan ulama besar yang bernama Ibrahim bin Adham. Masyarakat Basrah pun mengadukan nasibnya kepada Ibrahim bin Adham, “Wahai Abu Ishak (panggilan Ibrahim bin Adham), Allah berfirman dalam Al-Quran agar kami berdoa. Kami warga Basrah sudah bertahun-tahun berdoa, tetapi kenapa doa kami tidak dikabulkan Allah?”

Ibrahim bin Adham menjawab, “Wahai penduduk Basrah, hati kalian telah mati dalam sepuluh perkara. Bagaimana mungkin doa kalian akan dikabulkan Allah!

» Kalian mengakui kekuasaan Allah, tetapi kalian tidak memenuhi hak-hak-Nya. Setiap hari kalian membaca Al-Quran, tetapi kalian tidak mengamalkan isinya.

» Kalian selalu mengaku cinta kepada rasul, tetapi kalian meninggalkan sunnah-sunnahnya.

» Setiap hari kalian membaca ta’awudz, berlindung kepada Allah dari syaitan yang kalian sebut sebagai musuhmu, tetapi setiap hari pula kalian memberi makan syaitan dan mengikuti langkahnya.

» Kalian selalu mengatakan ingin masuk syurga, tetapi perbuatan kalian bertentangan dengan keinginan itu.

» Katanya kalian takut masuk neraka, tetapi kalian justru mencampakkan dirimu sendiri kedalamnya.

» Kalian mengakui bahawa mati adalah satu yang kepastian, tetapi nyatanya kalian tidak mempersiapkan diri untuk menghadapinya.

» Kalian sibuk mencari-cari kesalahan orang lain, tetapi kesalahan sendiri kalian tidak mampu melihatnya.

» Setiap saat kalian menikmati kurniaan Allah, tetapi kalian lupa mensyukurinya.

» Kalian sering menguburkan jenazah saudaramu, tetapi kalian tidak mengambil pelajaran dari peristiwa itu.”

» Terakhir ia mengatakan, “Wahai penduduk Basrah, ingatlah sabda nabi, “Berdoalah kepada Allah, tetapi kalian harus yakin akan dikabulkan. Hanya saja kalian harus tahu bahwa Allah tidak berkenan mengabulkan doa dari hati yang lalai dan main-main.”



Category:

0 comments:

Share

Twitter Facebook